Indonesia kembali mencatat ironi. Nama Nadim Anwar Makarim, sosok brilian pendiri Gojek, lulusan universitas bergengsi dunia, dan menteri muda era Jokowi, kini bukan lagi dipuja sebagai inovator, melainkan diberitakan sebagai tersangka korupsi pengadaan Chromebook.
Dulu, ia dielu-elukan sebagai simbol harapan. Gojek lahir sebagai revolusi digital: memberi ruang bagi jutaan pengemudi dan UMKM, bahkan diakui dunia sebagai unicorn pertama Indonesia. Nadim adalah wajah optimisme generasi muda—bukti bahwa “Indonesia bisa.”
Namun roda nasib berputar cepat. Saat dipanggil Jokowi menjadi menteri pendidikan, banyak yang mengira darah segar ini bisa merombak sistem. Ia meluncurkan Merdeka Belajar, lalu pandemi Covid-19 mendorong pengadaan Chromebook senilai hampir sepuluh triliun rupiah. Tujuan mulia, tapi akhirnya menyisakan aroma busuk. Kejaksaan menemukan dugaan kerugian negara sekitar satu koma sembilan triliun rupiah.
Inilah kontras yang menyakitkan: dari panggung internasional ke ruang tahanan Kejaksaan. Ironi ini menimbulkan pertanyaan: apakah Nadim korban kesalahan pribadi, atau korban sistem politik yang memang busuk sejak awal?
Satu hal pasti, simbol harapan kini berubah menjadi simbol ironi. Dan sejarah kembali mencatat: di negeri ini, bahkan yang terbaik pun bisa tumbang di kubangan kekuasaan.
Selengkapnya, tonton video editorial berikut:



Komentar